UNDANG-UNDANG NO.7 MASIH BELUM DAPAT MENJAWAB BERBAGAI TANTANGAN TENTANG PANGAN.
Indonesia sejak 1996 sudah memiliki UU No.7 Tahun 1996 Tentang Pangan. Namun dalam perjalanannya, Undang-Undang tersebut masih belum dapat menjawab berbagai tantangan tentang pangan. Demikian yang dikatakan Ketua Komisi IV DPR Romahurmuziy, keterangan ini disampaikan pada saat rapat kerja dengan Menteri Pertanian Suswono di Gedung DPR Senayam Jakarta, Rabu, (18/1) siang.
Ketua Komsi IV DPR Romahurmuziy menambahkan, bahwa terutama ketika globalisasi berlangsung, pembangunan pangan semakin mendesak untuk diperbarui agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar produk pangan negara-negara lain, tetapi menjadi negara yang mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri dan mampu bersaing dengan negara-negara lain dalam perdagangan global.
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati baik yang merupakan produk tanaman pertanian, kehutanan dan perkebunan, maupun produk peternakan, perikanan dan hasil perairan, serta air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, tegas Romy.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron juga mengungkapkan, dengan ratifikasi ini, pengaturan pangan perlu disesuaikan karena negara bertanggungjawab untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas pangan serta menjamin ketersedian pangan bagi rakyatnya, terutama distribusi pangan dan kemudahan rakyat untuk mengakses pangan, jelas Herman Khaeron.
Terjadinya krisis yang menimpa negara-negara di dunia dewasa ini berpotensi menimbulkan dampak negatif diberbagai sektor terutama menyangkut ketersediaan pangan. Ditengah-tengah situasi yang tidak menentu, tidak mustahil Indonesia dapat terkena krisis pangan dimana setiap orang mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan akan pangan sehingga memerlukan tindakan serba cept dan tepat diluar prosedur biasa, kata Wakil Ketua Komisi IV herman Khaeron.
Dia menegaskan, dengan kedaulatn pangan, negara berhak secara mandiri menentukan sendiri kebijakan pangannya yang menjamin hak atas pangan bagi rakyatnya, serta memberikan hak bagi masyarakatnya untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.
Dengan kemandirian dan ketahanan pangan, negara mampu memproduksi pangan yang meranekaragam dari dalam negeri sehingga dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangn yang cukup bagi rakyatnya dan tercipta kondisi terpenuhinya pangan sampai dengan individu, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, merata, dan terjangkau serta sesuai dengan keyakinan, dan budaya, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membangun pilar ketahanan pangan di Indonesia adalah dengan mewujudkan diversifikasi pangan, mengingat Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Selama ini kegiatan diversifikasi pangan belum dilakukan dengan konsisten, kata Herman.
Sementara itu Menteri Pertanian Suswono menambahkan, beberapa hal yang strategis dari naskah tersebut, sekaligus menyampaikan beberapa pemikiran yang melandasi arah pembahasan terhadap substansi pasal-pasal didalm RUU tentang pangan, terdapat penyesuaian dan perubahan struktur dan sistematika berupa penghilangan, penambahan dan perubahan urutan paragraf pada bagin dalam BAB, pasal, ayat dan/atau huruh, jelas Suswono.
Perwujudan ketahanan pangan nasionl manjadi tanggungjawab bersama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Oleh karena itu, negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, beragam, dan bergizi, baik pada tingkat nasional, daerah hingga individu secara merata diseluruh wilayah NKRI sepanjang waktu, dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal. (Spy)